Newsoneindonesia.com| Denpasar–Gelombang keprihatinan publik kembali mengarah pada institusi kepolisian setelah mencuat dugaan serius tentang keterlibatan tiga oknum anggota Polda Bali dalam praktik pemerasan terhadap seorang Ibu PNS asal Tabanan, Jumat (28/11/2025).
Dilansir dari kanal sosial media tiktok http://suara62.id Kasus ini menyeruak ke permukaan ketika korban, dengan keberanian besar, menyusun dan mengirimkan surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia, H. Prabowo Subianto, pada tanggal 3 Juli 2025 di Denpasar, sebagai bentuk permohonan perlindungan dan keadilan.
Dalam surat tersebut, korban memaparkan secara rinci dugaan keterlibatan tiga oknum anggota Polri, yaitu. IPDA Aris (saat kejadian masih berdinas di Propam, kini di Yanma Polda Bali)
AIPTU I Made Agra Simon (saat ini berdinas di Polres Tabanan).
Brigadir I Kadek Evan Kertanegara (saat ini berdinas di Polres Tabanan)
Ketiganya diduga mengaku sebagai “team khusus Propam Polda Bali” dan menawarkan jasa penyelesaian persoalan pribadi korban di Direktorat Siber Polda Bali dengan imbalan uang.
Awal Kasus. Fitnah di Media Sosial
Korban mengungkap bahwa dirinya mengalami pencemaran nama baik oleh akun Instagram @Pelakor5678, yang memposting konten yang menuding dirinya sebagai “pelakor” dan merusak reputasinya. Dalam kondisi tertekan secara psikologis dan sosial, korban meminta saran dari AIPTU I Made Agra Simon, yang saat itu—menurut korban—menawarkan bantuan untuk “mengamankan” persoalan tersebut.
AIPTU Agra Simon kemudian mengarahkan korban untuk bertemu di Kopi Kenanga, Jalan Cok Agung Tresna, Renon, Denpasar. Di lokasi itu, korban bertemu dengan tiga oknum tersebut.
Dalam pertemuan itu, menurut kesaksian tertulis korban, ketiganya:
Mengaku sebagai team khusus Propam
Menawarkan jasa melakukan “take down” akun @Pelakor5678
Menjanjikan penyelesaian cepat di Direktorat Siber
Meminta uang operasional Rp25.000.000

IPDA Aris bahkan memperkenalkan diri sebagai “komandan tim khusus Propam Polda Bali”, sementara Brigadir Evan memperkuat keyakinan korban dengan meyakinkan bahwa prosedur tersebut memang memerlukan biaya besar.
Transfer Uang yang Menjadi Masalah
Pada 25 April 2025 pukul 10.03 WITA, korban mentransfer uang sebesar Rp25.000.000 ke rekening BRI nomor 001701084915509 atas nama I Kadek Evan Kertanegara, sesuai instruksi yang dikirim melalui pesan WhatsApp.
Bukti transfer telah dilampirkan dalam laporan resmi korban.
Kemudian pada pukul 13.00 WITA, korban membuat laporan di SPKT Polda Bali dengan STPL No. 751/IV/2025/Polda Bali. Namun, meski sebelumnya dijanjikan akan ditemani, ketiga oknum tersebut tidak pernah datang, bahkan ketika dihubungi pun tidak lagi merespons.
Yang lebih mengejutkan, ketika korban menanyakan uang tersebut di Unit Siber Polda Bali, petugas menjelaskan bahwa:
Pengaduan masyarakat TIDAK dipungut biaya apa pun.
Dengan demikian, dugaan pemerasan semakin menguat. Korban pun menyimpulkan bahwa uang sebesar Rp25 juta yang diperolehnya dari pinjaman tersebut telah “dimakan” oleh ketiga oknum tersebut, yang sebelumnya mengaku sebagai tim khusus Propam dan bersikap seolah kebal hukum.
Pemindahan Dinas Tanpa Kejelasan Sanksi
Dalam suratnya, korban juga menegaskan bahwa ketiga oknum tersebut kini tidak lagi berada di Propam:
IPDA Aris kini di Yanma Polda Bali
AIPTU Agra Simon di Polres Tabanan
Brigadir Evan di Polres Tabanan
Namun belum ada penjelasan apakah perpindahan itu merupakan bagian dari proses penindakan atau hanya mutasi biasa.
Surat Resmi kepada Presiden RI: Teriakan Keadilan dari Warga Kecil
Dalam suratnya kepada Presiden, korban menulis dengan bahasa yang lugas dan penuh tekanan emosional:
“Kami sebagai masyarakat kecil memohon perlindungan dan keadilan… agar Bapak Presiden memerintahkan Kapolri menindak tegas ketiga oknum tersebut dan memberikan ganjaran setimpal.”
Surat tersebut ditembuskan kepada:
1. Wakil Presiden RI
2. Kapolri
3. Irwasum Polri
4. Kadiv Propam Polri
5. Kapolda Bali

Kebuntuan Respons dari Propam Polda Bali
Menurut korban, hingga saat ini belum ada respons berarti dari Propam Polda Bali meski laporan sudah berjalan.
Justru muncul dugaan bahwa para oknum yang dilaporkan mendapat backup internal sehingga penanganan kasus terkesan mandek.
Kondisi ini tentu bertentangan dengan arahan tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang pernah menyatakan:
“Kalau ada yang bermain-main, potong kepalanya!”
Yang secara makna bukan tindakan fisik, tetapi perintah tegas bahwa pemimpin yang tidak mampu mengawasi atau mencopot anggotanya yang bermasalah akan dicopot dari jabatannya.
Aspek Pidana yang Berpotensi Terpenuhi
Bila dugaan korban terbukti, tindakan ketiga oknum tersebut dapat mengarah pada:
Pasal 368 KUHP – Pemerasan
Pasal 372 KUHP – Penggelapan
Pasal 378 KUHP – Penipuan
Pelanggaran UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Pemerasan berkedok jabatan adalah bentuk pelanggaran berat yang tidak hanya merugikan korban secara finansial, tetapi juga merusak martabat institusi kepolisian di mata publik.
Harapan Masyarakat. Tindakan Tegas dari Kapolda Bali.
Kasus ini telah menjadi buah bibir masyarakat Bali. Banyak pihak berharap Kapolda Bali mengambil langkah tegas dan transparan. Jika ada oknum yang terbukti bersalah, maka pemecatan, proses etik, dan proses pidana harus berjalan tanpa kompromi.
Sebab pelanggaran seperti ini bukan hanya merusak nama Polri tetapi juga mengikis kepercayaan publik yang selama ini tengah dibangun kembali oleh institusi tersebut.
(Red & Team)
Sumber : http://Pristiwa.com










